Meteran Malfungsi, Warga Ngawi Keluhkan Sanksi Denda Belasan Juta
Dodik mempertanyakan alasan denda yang dikenakan, mengingat meteran tersebut tidak pernah mengalami perubahan atau perbaikan yang disengaja. Menurutnya, kerusakan terjadi secara alami tanpa campur tangan pengguna.
"Itu kan tidak pernah diotak-atik dan rusak sendiri, tapi kok kita didenda," kata Dodik, warga Kelurahan Margomulyo, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Kamis (30/1/25).
Selain itu, Dodik juga mengaku keberatan dengan besaran denda yang ditetapkan PLN. Menurutnya, nominal denda tersebut sangat tidak sebanding dengan konsumsi listrik rata-rata yang digunakan setiap bulan.
"Kita diminta 11 juta, terus kemudian turun ke 7 juta. Itu kan banyak sekali, dan sangat jauh dari pemakaian rata-rata selama ini," lanjut Dodik.
Saat ini, PLN telah mengganti meteran yang mengalami kerusakan dengan unit baru. Namun, setelah pergantian, meteran tersebut ternyata tidak dapat digunakan karena masih diblokir oleh pihak PLN.
Menanggapi hal ini, Bidang Transaksi Energi ULP Ngawi, Kunto, membenarkan bahwa meteran tersebut mengalami malfungsi. Ia juga mengakui bahwa beberapa meteran pelanggan lain juga mengalami kegagalan fungsi serupa.
"Yang namanya kegagalan fungsi itu pada suatu alat pasti ada. Dari sekian banyak ratus ribu pelanggan di prabayar, kebetulan ada di tempatnya yang bersangkutan," kata Kunto.
Meski demikian, Kunto menegaskan bahwa pelanggan tetap berkewajiban membayar tagihan yang tertera pada meteran sebelum mengalami malfungsi. Menurutnya, pencatatan yang ada tetap menjadi dasar penagihan.
"Ketika tertera minus, kita wajib menagihkan sesuai minus yang tercatat. Kenapa harus menagihkan, secara umum minus itu kan dia berarti ada pemakaian yang mundur," tegas Kunto.
Sementara itu, Dito, S.H., M.Pd., dari Law Firm Justitia Kabupaten Ngawi, menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh ULP PLN Ngawi tidak sesuai dengan ketentuan hukum. Ia menyoroti pelanggaran terhadap hak konsumen yang seharusnya dilindungi oleh undang-undang.
"Jadi itu tidak sesuai dengan hak konsumen dan kewajiban PLN sebagai penyedia jasa," kata Dito, Minggu (31/1/25).
Dito juga mempertanyakan dasar penetapan denda yang dilakukan oleh PLN. Menurutnya, penggunaan meteran yang sudah dinyatakan malfungsi sebagai dasar perhitungan tagihan tidak dapat dibenarkan.
"Dan yang menjadi tanda tanya itu adalah dasar dari nilai denda yang didasarkan pada alat ukur yang dinyatakan malfungsi atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya," ujar Dito.
Lebih lanjut, Dito menilai bahwa kebijakan tersebut bertentangan dengan prinsip keadilan bagi pelanggan. Ia menegaskan bahwa alat yang rusak seharusnya tidak dijadikan patokan dalam menetapkan denda kepada konsumen.
"Alatnya saja sudah rusak, kok dijadikan tolak ukur untuk memberi denda, ini yang tidak masuk akal. Yang bisa dijadikan referensi itu kan jelas alat yang berfungsi secara baik," tutupnya. (RYS)
Komentar
Posting Komentar