Prabowo 'Tampar' Jokowi Berkali-kali

 


Sejak Prabowo Subianto resmi menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, ia beberapa kali memberi “tamparan” terhadap mantan presiden, Joko Widodo (Jokowi). Tamparan ini tidak hanya berupa kritik, namun juga melalui tindakan nyata yang seolah-olah menanggapi janji dan pernyataan Jokowi yang tidak pernah terwujud. Salah satu contoh paling nyata adalah dalam soal kendaraan dalam negeri yang dijanjikan Jokowi.

Sebelum masa pemerintahannya, Jokowi sempat memamerkan mobil Esemka yang digadang-gadang sebagai produk mobil nasional. Namun, setelah dilakukan penyelidikan, terungkap bahwa mobil tersebut bukanlah buatan dalam negeri sepenuhnya, melainkan produk impor dari China. Hal ini menjadi sorotan banyak pihak yang merasa kecewa atas klaim Jokowi yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Menanggapi hal tersebut, Prabowo memberikan tamparan pertama dengan memilih menggunakan mobil buatan dalam negeri sebagai kendaraan dinasnya setelah dilantik sebagai presiden. Prabowo menggunakan mobil produksi Pindad, sebuah perusahaan milik negara yang memproduksi berbagai alat pertahanan, termasuk kendaraan bermotor. Sikap tersebut seakan menegaskan komitmen Prabowo terhadap pengembangan industri dalam negeri yang sejauh ini menjadi komitmennya.

Tidak berhenti di situ, belakangan ini, Kementerian Pertahanan juga memberikan mobil buatan Pindad tipe Maung kepada dua institusi besar, yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Jumlah mobil yang dibagikan kepada TNI dan Polri terbilang cukup besar, mencapai 700 unit.  Mobil ini menjadi simbol dari komitmen pemerintah untuk mendukung produk dalam negeri dan membuktikan kemampuan sumber daya Indonesia di mata internasional..

Selain itu, tamparan lain yang lebih keras lagi yang datang dari pihak Kejaksaan Agung. Kejaksaan berhasil membongkar korupsi besar-besaran yang melibatkan BUMN, termasuk Pertamina dan PT Timah. Praktik korupsi yang terungkap oleh Kejaksaan Agung ini sungguh mengejutkan, dengan jumlah kerugian negara yang mencapai ratusan triliun rupiah.

Berdasarkan analisis Kejaksaan Agung, diperkirakan bahwa praktik korupsi di Pertamina merugikan negara hingga 193,7 triliun rupiah dalam kurun waktu hanya satu tahun. Tidak hanya itu, Kejaksaan juga menemukan bahwa korupsi ini berlangsung dalam rentang waktu lima tahun, yang berarti angka kerugian bisa lebih besar lagi.

Melihat besarnya kerugian negara akibat korupsi di era pemerintahan Jokowi, totalnya hampir mencapai seribu triliun rupiah dalam jangka waktu lima tahun. Fakta ini tentu menjadi tamparan keras yang mengingatkan publik akan pentingnya pengawasan dan pemberantasan korupsi dalam pemerintahan.

Jika dibandingkan dengan pemerintahan Prabowo, yang dikenal memiliki ketegasan dalam menangani masalah korupsi, publik berharap bahwa langkah-langkah lebih lanjut akan diambil untuk mengatasi masalah besar ini. Langkah nyata dalam pemberantasan korupsi akan menjadi ujian bagi pemerintahan Prabowo untuk lebih memperlihatkan komitmen terhadap keadilan sosial dan ekonomi di Indonesia.

Tentu saja, dengan ketegasan Prabowo dalam menangani berbagai masalah besar, termasuk korupsi, ada kemungkinan besar bahwa pemerintahan di bawah kepemimpinannya akan memberikan lebih banyak lagi "tamparan" keras pada kinerja pemerintahan sebelumnya. Prabowo tampaknya tidak hanya berfokus pada penyelesaian masalah internal, tetapi juga berupaya untuk mengubah sistem sebelumnya yang telah rusak.

Harapan besar tertuju pada langkah-langkah yang akan diambil untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan memperbaiki sistem yang sebelumnya rapuh. Jika melihat tren ini, bisa diprediksi bahwa pemerintahan Prabowo akan terus memberikan perubahan signifikan yang mengarah pada reformasi dan perbaikan. Tidak hanya sekadar retorika, namun tindakan nyata yang bisa diukur dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia secara langsung.

Oleh: Arys Purwadi

Komentar