BPS Ngawi Gelar Rapat Concieve Kemiskinan, Bahas Standar Pengukuran Baku
Cakranews.net, Ngawi - Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Ngawi menggelar Rapat Concieve Kemiskinan, Senin (8/12/25). Kegiatan ini salah satunya bertujuan membahas konsep dan metode pengukuran kemiskinan yang tepat. Rapat tersebut dilaksanakan di Kurnia Convention Hall dengan melibatkan berbagai pihak terkait.
Kepala BPS Kabupaten Ngawi, Bagas Susilo, mengawali paparannya dengan menjelaskan kompleksitas mendefinisikan kemiskinan. Ia menekankan bahwa persepsi masyarakat tentang kemiskinan sangatlah beragam dan subjektif. Hal ini menjadi dasar pentingnya pencarian definisi operasional yang disepakati bersama.
Lebih lanjut, Bagas memberikan contoh konkret tentang bagaimana kemiskinan dipahami dalam keseharian. Persepsi ini sangat dipengaruhi oleh konteks zaman dan lingkungan sosial tempat seseorang hidup.
"Kemiskinan itu sering saya sampaikan masing-masing orang kalau disuruh meminta definisi kemiskinan beda-beda," kata Bagas Susilo Kepala BPS Kabupaten Ngawi.
Ia pun merinci berbagai contoh standar hidup yang dianggap sebagai tanda kemiskinan di masyarakat. Definisi ini bersifat dinamis dan terus berubah seiring perkembangan alat pemenuh kebutuhan dasar.
"Ada yang miskin itu nggak punya radio, untuk zaman dulu miskin itu enggak punya motor miskin itu rumahnya kalau kontrak atau bahkan miskin itu kalau jajannya kurang," lanjut Bagas.
Bagas juga menyoroti perspektif kemiskinan dari sudut pandang non-materi, seperti dalam konteks keagamaan. Pandangan ini menunjukkan bahwa kemiskinan tidak semata-mata diukur dari aspek ekonomi dan kepemilikan barang.
"Jadi setiap orang mempunyai definisi yang berbeda terkait kemiskinan, bagi tokoh ulama itu akan disimpulkan orang yang tidak pernah ke masjid itu miskin atau kalau di Papua jarang ke gereja," imbuhnya.
Dari beragam definisi tersebut, diperlukan sebuah kesepakatan bersama untuk keperluan pengukuran yang objektif. Akhirnya, dunia statistik merumuskan sebuah batasan yang lebih terukur dan konsisten. Batasan ini menggunakan pendekatan kebutuhan dasar kalori per hari.
"Akhirnya dari banyaknya pemahaman itu disepakati yang kemudian disimpulkan, miskin itu kalau asupan nutrisinya kurang dari 2100 kilokalori," pungkasnya
Definisi berbasis asupan nutrisi 2100 kilokalori perkapita per hari tersebut menjadi acuan baku BPS dalam menghitung angka kemiskinan. Standar ini memungkinkan adanya perbandingan data antardaerah dan dari waktu ke waktu.
Dengan adanya kesamaan persepsi ini, program penanggulangan kemiskinan dapat dirancang dengan lebih tepat sasaran. Data yang akurat dari BPS akan menjadi dasar perencanaan pembangunan yang efektif. Upaya ini diharapkan mampu menekan angka kemiskinan di wilayah Kabupaten Ngawi ke depan. (RYS)
Komentar
Posting Komentar