Saatnya Pengusaha dan Buruh Menemukan Titik Tengah di Tengah Pergolakan Ekonomi Dunia

 

Dunia belum benar-benar pulih dari gejolak ekonomi global yang berkepanjangan. Ketidakpastian ekonomi, inflasi, ketegangan geopolitik, dan disrupsi rantai pasok masih membayangi banyak negara. Dalam kondisi seperti ini, penting bagi setiap elemen dalam dunia usaha, terutama pengusaha dan buruh, untuk melihat situasi secara bijak dan tidak terjebak pada kepentingan sepihak.

Bagi kalangan pengusaha, tantangan terbesar saat ini adalah menjaga kelangsungan usaha di tengah ketidakpastian pasar internasional. Harga bahan baku yang fluktuatif, biaya logistik yang meningkat, serta permintaan pasar yang tidak stabil menuntut strategi bisnis yang adaptif dan efisien. Keinginan meraih keuntungan sebesar-besarnya tentu tidak salah, namun dalam kondisi ini, harus dibarengi dengan kehati-hatian dan kesadaran sosial.

Kerap kali, demi menjaga margin keuntungan, pengusaha melakukan efisiensi secara ekstrem, termasuk memangkas hak-hak buruh. Padahal, pendekatan seperti itu bisa menjadi bumerang. Buruh yang tidak sejahtera dan tidak puas akan berdampak pada produktivitas, loyalitas, bahkan bisa memicu konflik industrial yang merugikan kedua belah pihak.

Maka, penting bagi pengusaha untuk menahan diri dan tidak menjadikan keuntungan maksimal sebagai satu-satunya ukuran sukses dalam berusaha. Dalam situasi ekonomi global yang tidak stabil, ketahanan usaha justru terletak pada keharmonisan hubungan antara pemilik modal dan pekerja. Bisnis yang sehat adalah bisnis yang bisa berjalan stabil dan berkelanjutan, bukan yang hanya mengejar untung sesaat.

Di sisi lain, buruh juga perlu melihat realitas ekonomi dengan kepala dingin. Tuntutan upah tinggi yang tidak memperhitungkan kemampuan perusahaan bisa kontraproduktif. Kenaikan upah memang menjadi hak dan kebutuhan para pekerja, namun di tengah kondisi dunia yang belum pasti, tuntutan yang terlalu tinggi bisa membuat perusahaan kehilangan daya saing.

Bukan berarti buruh harus mengorbankan haknya begitu saja, namun yang dibutuhkan saat ini adalah saling pengertian. Buruh perlu menyadari bahwa menjaga keberlangsungan usaha berarti juga menjaga kelangsungan lapangan pekerjaan. Di saat banyak perusahaan di luar negeri yang melakukan pemutusan hubungan kerja massal, stabilitas kerja adalah nilai yang patut disyukuri.

Oleh karena itu, komunikasi dan transparansi menjadi kunci. Pengusaha perlu terbuka mengenai kondisi keuangan dan tantangan usaha yang dihadapi. Sementara buruh perlu memiliki pemahaman yang memadai tentang situasi ekonomi makro yang sedang berlangsung. Dengan pemahaman bersama, maka titik temu akan lebih mudah dicapai.

Salah satu solusi yang bisa ditempuh adalah skema kenaikan upah yang bersifat bertahap dan disesuaikan dengan kemampuan perusahaan. Misalnya, kenaikan upah bisa dilakukan setelah target-target tertentu tercapai. Pendekatan berbasis kinerja dan kondisi riil ini bisa menjadi jalan tengah yang adil bagi kedua pihak.

Pemerintah juga memiliki peran penting dalam menciptakan ekosistem yang kondusif. Kebijakan pengupahan, insentif usaha, serta perlindungan bagi pekerja perlu dirumuskan dengan mempertimbangkan dinamika global. Negara harus hadir sebagai penengah yang adil dan bijak, bukan sekadar pembuat aturan yang kaku.

Dunia usaha, baik pengusaha maupun buruh, sejatinya memiliki musuh yang sama dalam kondisi ini: ketidakpastian ekonomi global. Oleh karena itu, mereka semestinya tidak saling berhadapan, melainkan berdiri bersama menghadapi tantangan yang ada. Kolaborasi yang sehat akan jauh lebih produktif dibanding konflik berkepanjangan.

Dalam sejarah perekonomian, krisis demi krisis selalu menuntut lahirnya kesadaran kolektif. Mereka yang mampu bertahan adalah yang adaptif dan mengedepankan kerja sama. Pengusaha yang bijak dan buruh yang rasional akan mampu membawa perusahaan melalui badai global ini tanpa harus saling menyakiti.

Sudah saatnya narasi pertentangan antara buruh dan pengusaha ditinggalkan. Yang dibutuhkan sekarang adalah narasi kolaborasi dan saling pengertian. Jika pengusaha mampu mengutamakan keberlangsungan usaha daripada keuntungan sesaat, dan buruh mampu mengedepankan stabilitas kerja daripada tuntutan berlebihan, maka masa depan yang lebih baik bisa diraih bersama.

Jangan sampai keinginan meraih untung besar justru menghancurkan bisnis. Sebaliknya, jangan pula karena semangat memperjuangkan upah, buruh justru mempersempit ruang gerak perusahaan. Keduanya harus bersikap dewasa dan rasional menghadapi kenyataan ekonomi yang tidak menentu ini.

Jika pengusaha dan buruh bisa berjalan beriringan, maka badai ekonomi global tidak akan menjadi ancaman besar. Justru, di tengah keterbatasan, bisa tumbuh semangat baru untuk berinovasi dan meningkatkan efisiensi secara sehat. Keberlangsungan usaha dan kesejahteraan pekerja bukanlah dua hal yang saling bertentangan.

Di tengah dunia yang terus berubah, adaptasi menjadi satu-satunya pilihan. Dan adaptasi yang efektif hanya mungkin terjadi ketika ada sinergi. Kini, saatnya pengusaha dan buruh saling menahan diri, saling memahami, dan bersama-sama menjaga kapal usaha agar tidak karam di tengah gelombang ekonomi dunia yang masih bergolak.

Oleh: Satya Servi Yunianto (Ketua DPC Sarbumusi Ngawi)

 

 

Komentar