Oleh:
Zid Sayyid Adam Asy-Syifa`, Anggota Cakra Menulis Club & Kelas XI
MANPK-MAN 4 Jombang, Asrama KH Hasbullah Said, Ponpes Mambaul
Ma’arif, Denanyar, Jombang

Awalnya banyak mall, toko, dan tempat-tempat umum lainnya ditutup, sekarang
sudah mulai dibuka kembali untuk mengembalikan jati diri ekonomi. Tetapi ada
yang lebih perlu diseriusi pemerintah, yakni di bidang pendidikan. Kehidupan
lembaga pendidikan. Termasuk lembaga pendidikan pesantren, asrama pondok,
boarding school atau istilah lain yang pada intinya adalah lembaga
pesantren.
Apa yang harus
diperhatikan terhadap lembaga pendidikan dan pesantren? Untuk apa harus
diperhatikan? Yang pasti mereka adalah tiang negara yang
didamba-dambakan sebagai penerus bangsa oleh masyarakat Indonesia. Tentunya di
masa pandemi ini, sistem kehidupan pendidikan sehari-sehari harus
disesuaikan, tidak seperti sebelum pandemi. Bagaimana program new normal yang
sedang diterapkan oleh pemerintah, terutama new normal di
lingkungan pesantren?
Penerapan new
normal di pesantren bisa dikatakan rumit. Mungkin juga sulit
ditebak penerapannya, karena apa? Karena kehidupan antar santri,
pengasuh sangat dekat. Pertemanan santri kuat. Juga memang tradisi santri
di pondok pesantren sudah mendarah daging. Sehari-hari santri bertemu
selama 24 jam. Tidak seperti kehidupan di lembaga pendidikan umum, hanya
8-9 jam. Misalnya, selama 24 jam berkumpul dan selalu dalam
lingkungan yang sama di area pesantren. Pagi hingga siang belajar
di sekolah, siang berjamaah sholat di masjid, sore sholat Ashar
berjamaah, dilanjut diniyah bersama. Maghrib shalat berjamaah dan
diniyah. Isya’ shalat berjamaah, berkumpul mengaji bersama, dan
belajar bersama.
Belum tradisi atau kebiasaan santri saat
makan. Terbiasa dalam satu lengser, layah, baskom atau satu alas makan
bersama. Istilah bathu makan bersama muluk (dengan jari) tanpa memakai
sendok. Jika minum menggunakan satu gelas, satu botol
bersama. Saling ganti pinjam alat untuk mandi. Bak/ember cuci pakaian bergantian.
Belum
lagi, kebiasaan antar santri saling pinjam baju-celana, sarung dan lainnya. Itu
belum saat tidur. Dalam satu ruangan, sedikitnya ada 8 santri. Ada
pesantren yang ruang tidurmya belasan hingga puluhan santri. Masih
lumayan jika fasilitas pesantren ada ranjang tidur (bed),
biasanya bertingkat. Masih banyak hal-hal kecil kelihatan sepele di
pesantren menjadi bayang-bayang ketakutan santri menjelang kehidupan new normal
di pesantren.
Banyak wali santri yang pro-kontra terhadap penerapan new normal di pesantren. Pesantren- pesantren
telah mengeluarkan surat edaran penerapan era new normal ke seluruh
santri dan santriwati, sehingga dalam waktu dekat ini santri-santri dari
berbagai daerah seluruh Indonesia akan kembali ke pesantren. Mereka dari daerah
yang dinyatakan zona hitam, zona merah, zona kuning, zona hijau.
Walaupun sekarang
santri masih berada di daerah masing-masing, antar santri juga kontak online
menanggapi soal new normal, dan harus kembali ke pesantren. Mereka pada galau
bagaimana nanti ketika berada di pesantren? Padahal wabah corona
masih seperti ini? Belum berangkat harus periksa dengan rapid test dulu.
Biayanya cukup mahal. Belum katanya, akan dilakukan karantina lebih
dulu di pesantren. Santri diminta membawa belasan masker. Masih
banyak aturan yang menyangkut new normal saat kembali ke pesantren. Ini
kata santri yang memperhatikan pelaksanaan new normal di saat
wabah penyakit Corona masih gentayangan. Bisakah santri-santri
mengubah kebiasaan saat pemberlakuan new normal di
pesantren?Bisakah santri berphysical distancing di lingkungan pesantren
yang kental dengan tradisi persaudaraan, kebiasaan berkumpul para santri selama
ini? Inilah kekhawatiran dan kegalauan santri.
Kedepannya, semua
itu demi kepentingan kesehatan seluruh santri dan pesantren.
Diharapkan lebih memikirkan persiapan new normal dengan matang. Apa
tidak lebih memilih kebijakan belajar dan ngaji dari
rumah berupa ‘majelis ilmu’ melalui daring (online) seperti yang
sudah dilaksanakan, dan sudah berlangsung hampir tiga bulan ini?
Apakah sementara
tetap memberlakukan ‘ngalap’ barokah kyai melalui daring? Artinya
tetap menuntut ilmu, menyerap ilmu dari para masyaikh melalui daring
hingga kondisi wabah Corona benar-benar mereda? Sehingga tidak membuat was-was
santri ketika kembali ke pesantren. Bisa jadi santri akan masa bodoh
dengan wabah corona ketika sudah berada di pesantren. Karena santri lebih
memilih menyerahkan diri kepada Yang Maha Esa dan Maha Kuasa, tanpa
menghiraukan wabah Corona.
Pertanyaan-pertanyaan
tersebut sudah tentu bisa dijawab dengan mudah. Bukankah kita dampak wabah
Corona yang menyerang teman-teman santri di daerah Temboro
Magetan? Demi kemaslahatan santri dan pondok pesantren, kalau
sekarang boleh memilih, santri lebih baik menjalani new normal di rumah saja,
demi menghindari munculnya klaster-klaster Covid-19 yang baru. ‘Ngalap’
berkah ilmu kyai melalui daring adalah solusi selama wabah penyakit
corona yg masih membuat was-was para santri. (*)
Posting Komentar