
Memasuki bulan Ramadan ini. masyarakat makin dewasa dalam menyikapi hasil pemilu berserta dampaknya. Ramadan benar-benar menjadi moment instrospeksi terhadap keberlangsungan pemilu. Wayahe masyarakat untuk menjalin komunikasi lagi yang sempat terganggu, hingga terputusnya silaturahmi selama proses Pemilu 2019.
Dalam konteks
kehidupan berbangsa dan bernegara, puasa ramadan sebagai
‘madrasah’ atau tempat latihan
untuk menahan diri dari berpikir negatif,
benci berlebihan kepada orang atau kelompok karena
berbeda pilihan politik, berbeda calon presiden dan wakil presiden.
Menahan diri untuk mem-posting status di media sosial yang bisa menyakiti orang lain. Menahan diri untuk berlatih tidak menyebar berita palsu, tidak menyebar hoax. Kebiasaan-kebiasaan positif harus jadi orientasi kehidupan sehari-hari. Kebiasaan negatif itu harus dihindari. Waktunya menyebarkan ‘virus-virus’ kebiasaan positif agar orang lain tumbuh pikiran positif.
Nah,
Ramadan menjadi berkah bagi umat Islam,
juga bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Bulan Ramadan tidak lain adalah media
yang diturunkan dari
‘langit’ dengan membawa pesan perdamaian, kesejukan. Membawa suasana
tidak saling membenci.
Mendinginkan konflik akibat dari pikiran, tindakan dan pilihan politik
yang berda-beda selama pemilu berlangsung.
Menahan diri untuk mem-posting status di media sosial yang bisa menyakiti orang lain. Menahan diri untuk berlatih tidak menyebar berita palsu, tidak menyebar hoax. Kebiasaan-kebiasaan positif harus jadi orientasi kehidupan sehari-hari. Kebiasaan negatif itu harus dihindari. Waktunya menyebarkan ‘virus-virus’ kebiasaan positif agar orang lain tumbuh pikiran positif.
Puasa
Ramadan bukan hanya membakar nafsu dalam diri sendiri, tapi mampu membakar
pikiran, sikap dan tindakan yang telah
memicu konflik dan perpecahan selama proses pemilu. Sampah ‘pembakaran’ itu
harus menjadi pupuk untuk menumbuhkan
dan menyuburkan nilai-nilai persaudaraan yang telah dibangun oleh para pendiri
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Nilai-nilai persaudaraan harus lebih menguat dan tumbuh subur kembali di kehidupan tatanan masyarakat di bawah, RT, RW, dusun hingga desa. Tumbuh suburnya persaudaraan masyarakat bawah bakal meluas dan menguat ke kehidupan berbangsa dan bernegara. Merajut persaudaraan masyarakat, mulai RT hingga desa menjadi kunci utama dalam membangun kokohnya persatuan pasca Pemilu 2019.
Elemen
masyarakat, para pemangku kepentingan pemilu, penyelenggara pemilu, pemerintah,
peserta pemilu dan para pemimpin harus menjadi pelopor untuk merajut nilai-nilai persaudaraan. Tidak sebatas hanya manis di
bibir, tapi harus manis dalam pikiran, hati, sikap dan tindakan. Kepeloporan
itu sangat dibutuhkan untuk menguatkan persaudaraan yang telah dirajut masyararakat
mulai dari RT, RW, dusun hingga desa.
Jangan karena tidak ada keteladanan
menjadi rusak rajutan
persaudaraan di masyarakat. Pada prinsipnya masyarakat adalah
kesatuan yang tidak bisa dipecahkan, sepanjang kepeloporan dan
keteladanan ada pada para pemimpin di sekitarnya.
Karena itu berakhirnya penyelenggaraan Pemilu 2019 dengan mengambil momentum puasa Ramadan , maka membangun dan menjaga persaudaraan dan kerukunan adalah sebuah keharusannya. Sebuah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Nah, semangat Ukhuwah Islamiyah , persaudaraan antar umat Islam, dan Ukhuwah wathoniah, persaudaraan sebangsa, harus dikobarkan lagi dalam kehidupan sehari –hari agar Puasa Ramadan benar-benar menjadi berkah di negeri yang memasuki usia tigaperempatan abad ini.
Suasana itu harus senantiasa ditularkan juga dalam moment pemilu akan datang, pemilu Kepala daerah (Pilkada) dan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak yang sekarang sedang berlangsung di sejumlah daerah sehingga tercipta suasana sejuk damai tanpa konflik, dengan tetap mengedepankan kejujuran dan keadilan dari segala cakupan demokrasi. (*)
Oleh: Sugiharto,
- Dosen STIT Islamiyah Karya Pembangunan Paron Ngawi,
- Mantan Panwas Pemilu Kabupaten Ngawi
- Penulis Cakranews.net
- Penulis Cakranews.net
Posting Komentar